Jumat, 08 Februari 2013
Perbedaan Kekerasan dengan Konflik

 Konflik sosial merupakan fenomena yang sering terjadi dalamkehidupan masyarakat. Sebagaimana diungkapkan pada awalpembahasan sebelumnya bahwa pihak-pihak yang terlibat dalamsebuah konflik memiliki kecenderungan untuk saling meniadakan ataumelenyapkan. Karenanya, sebuah konflik erat dengan tindakankekerasan. Dalam konflik, individu yang terlibat lebih menggunakanperasaan benci dan amarah. Perasaan ini mendorong individu melukaidan menyerang pihak lawan yang cenderung menggunakan tindakkekerasan. Oleh karena itu, konflik diidentikkan dengan tindakkekerasan. Lihat saja konflik yang terjadi di Indonesia. Setiap individuatau kelompok yang bertikai tidak segan-segan menghancurkan rumah,tempat ibadah, harta benda, bahkan diri pihak lawan. Lantas, apa yangdimaksud dengan kekerasan itu? Bagaimana bentuknya? Apa yangmenjadi penyebab kekerasan terjadi? Kesemua itu akan kita kaji padamateri di bawah ini. Dengan begitu, kita dapat membedakan antarakonflik dengan kekerasan

Konflik dengan kekerasanbagaikan dua mata pedangyang terpisahkan satudengan yang lainnya mana-kala konflik yang terjadi tidaksegera diselesaikan sebagai-mana mestinya, maka akan  menimbulkan kekerasan


KONFLIK DAN KEKERASAN
Secara sosiologis, kekerasan merupakan konflik social yang tidak terkendali Oleh masyarakat dengan mengabaikan norma dan nilai social sehingga menimbul-kan tindakan merusak
2 Jenis kekerasan yaitu :
1. kekerasan langsung (direct violence) adalah suatu bentuk kekerasan dengan     sengaja
2. kekerasan tidak langsung (indirect violence) adalah suatu bentuk kekerasan yang mengurangi hak asasi manusia. mis; membiarkan orang-orang dihakimi massa gara-gara mencuri.
Perbedaan konflik dengan kekerasan ;
-     konflik diartikan suatu proses yang tidak terkendalikan karena ingin menyingkirkan pihak lain dan menghancurkannya.
-     kekerasan diartikan sebagai suatu proses yang tidak terkendalikan oleh masyarakat dan mengabaikan nilai dan norma sehingga berwujud tindakan merusak.

Jenis-jenis pengendalian kekerasan menurut George Simmel, yaitu :
1. kemenangan salah satu pihak
2. kompromi
3. saling memaafkan
4. rekonsiliasipihak yang bertikai
5. kesepakatan damai
6. memeberi perhatian
7. menggunakan aturan yang ketat
8. menggunakan orang ketiga untuk damai

3 Cara untuk mengendalikan konflik dan kekerasan ;
1. Perundingan adalah bentuk resolusi dengan mengajak kedua pihak duduk bersama dengan tujuan untuk mencapai kesepakatan
2. Mediasi yaitu dengan cara mengumpulkan informasi, merumuskan masalah dan mengembangkan formulasi kesepakatan
3. Arbitrasi yaitu proses penyelesaian kekerasan dengan meminta pihak ketiga yang netral mengeluar kan keputusan penyelesaian konflik setelah mengkaji dengan bukti kuat dari pihak yang berselisih

penyebab konflik

  • Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
  • Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
  • Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
  • Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.

Jenis-jenis konflik

Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 4 macam :
  • Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))
  • Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
  • Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
  • Koonflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)
  • Konflik antar atau tidak antar agama
  • Konflik antar politik.

Akibat konflik

Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :
  • meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
  • keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
  • perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dll.
  • kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
  • dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut:
  • Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
  • Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk "memenangkan" konflik.
  • Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.
  • Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk menghindari konfl

Definisi konflik

Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli.
  1. Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
  2. Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
  3. Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
  4. Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.
  5. Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
  6. Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993).
  7. Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace & Faules, 1994:249).
  8. Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi (Folger & Poole: 1984).
  9. Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat (Myers,1982:234-237; Kreps, 1986:185; Stewart, 1993:341).
  10. Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda (Devito, 1995:381)

Konflik Menurut Robbin

Robbin (1996: 431) mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:
  1. Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang – orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
  2. Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View. Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.
  3. Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.

Konflik Menurut Stoner dan Freeman

Stoner dan Freeman(1989:392) membagi pandangan menjadi dua bagian, yaitu pandangan tradisional (Old view) dan pandangan modern (Current View):
  1. Pandangan tradisional. Pandangan tradisional menganggap bahwa konflik dapat dihindari. Hal ini disebabkan konflik dapat mengacaukan organisasi dan mencegah pencapaian tujuan yang optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang optimal, konflik harus dihilangkan. Konflik biasanya disebabkan oleh kesalahan manajer dalam merancang dan memimpin organisasi. Dikarenakan kesalahan ini, manajer sebagai pihak manajemen bertugas meminimalisasikan konflik.
  2. Pandangan modern. Konflik tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan banyak faktor, antara lain struktur organisasi, perbedaan tujuan, persepsi, nilai – nilai, dan sebagainya. Konflik dapat mengurangi kinerja organisasi dalam berbagai tingkatan. Jika terjadi konflik, manajer sebagai pihak manajemen bertugas mengelola konflik sehingga tercipta kinerja yang optimal untuk mencapai tujuan bersama.

Konflik Menurut Myers

Selain pandangan menurut Robbin dan Stoner dan Freeman, konflik dipahami berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer (Myers, 1993:234)
  1. Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari. Pandangan ini sangat menghindari adanya konflik karena dinilai sebagai faktor penyebab pecahnya suatu kelompok atau organisasi. Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas, dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti akan menimbulkan sikap emosi dari tiap orang di kelompok atau organisasi itu sehingga akan menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh karena itu, menurut pandangan tradisional, konflik haruslah dihindari.
  2. Pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi manusia. Namun, yang menjadi persoalan adalah bukan bagaimana meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya secara tepat sehingga tidak merusak hubungan antarpribadi bahkan merusak tujuan organisasi. Konflik dianggap sebagai suatu hal yang wajar di dalam organisasi. Konflik bukan dijadikan suatu hal yang destruktif, melainkan harus dijadikan suatu hal konstruktif untuk membangun organisasi tersebut, misalnnya bagaimana cara peningkatan kinerja organisasi.

Konflik Menurut Peneliti Lainnya

  1. Konflik terjadi karena adanya interaksi yang disebut komunikasi. Hal ini dimaksudkan apabila kita ingin mengetahui konflik berarti kita harus mengetahui kemampuan dan perilaku komunikasi. Semua konflik mengandung komunikasi, tapi tidak semua konflik berakar pada komunikasi yang buruk. Menurut Myers, Jika komunikasi adalah suatu proses transaksi yang berupaya mempertemukan perbedaan individu secara bersama-sama untuk mencari kesamaan makna, maka dalam proses itu, pasti ada konflik (1982: 234). Konflik pun tidak hanya diungkapkan secara verbal tapi juga diungkapkan secara nonverbal seperti dalam bentuk raut muka, gerak badan, yang mengekspresikan pertentangan (Stewart & Logan, 1993:341). Konflik tidak selalu diidentifikasikan sebagai terjadinya saling baku hantam antara dua pihak yang berseteru, tetapi juga diidentifikasikan sebagai ‘perang dingin’ antara dua pihak karena tidak diekspresikan langsung melalui kata – kata yang mengandung amarah.
  2. Konflik tidak selamanya berkonotasi buruk, tapi bisa menjadi sumber pengalaman positif (Stewart & Logan, 1993:342). Hal ini dimaksudkan bahwa konflik dapat menjadi sarana pembelajaran dalam memanajemen suatu kelompok atau organisasi. Konflik tidak selamanya membawa dampak buruk, tetapi juga memberikan pelajaran dan hikmah di balik adanya perseteruan pihak – pihak yang terkait. Pelajaran itu dapat berupa bagaimana cara menghindari konflik yang sama supaya tidak terulang kembali di masa yang akan datang dan bagaimana cara mengatasi konflik yang sama apabila sewaktu – waktu terjadi kembali.
KONFLIK SOSIAL

A. Pengertian Konflik Sosial
Menurut Soerjono Soekanto, konflik adalah suatu proses sosial ketiak orang perorangan atau kelompok manusia berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai ancaman. Akan tetapi pemahaman konflik lebih luas dari sekedar saling memukul. Ada pula kondisi konflik, tetapi pihak-pihak yang berkonflik tidak saling menyerang secara fisik. Menurut Robert M.Z Lawang konflik adalah perjuangan memperoleh hal-hal yang langka seperti harta, status dan otoritas.
B. Perbedaan antara Konflik dan Kekerasan
Kekerasan (violence) berasal dari bahasa latin violentia yang artinya penggunaan kekuatan fisik hingga dapat melukai. Kekerasan adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menyebabkan cedera atau meninggalnya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain.
C. Pengendalian Konflik
Ada tiga macam bentuk pengendalian konflik sosial, yaitu:
1. Konsiliasi → merupakan pengendalian yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tertentu yang memungkinkan tumbuhnya pola diskusi dan pengambilan keputusan-keputusan di antara pihak-pihak yang berlawanan mengani persoalan yang mereka pertentangkan.
2. Mediasi → pengendalian konflik yang dilaksanakan apabila kedua belah pihak yang terlibat konflik bersama-sama bersepakat untuk menunjuk pihak ketiga yang akan memberikan nasehat-nasehatnya tentang bagaimana mereka sebaiknya menyelesaikan pertentangan mereka.
3. Arbitrasi → pengendalian konflik yang dilakukan apabila kedua belah pihak yang bertentangan bersepakat untuk menerima atau terpaksa menerima hadirnya pihak ketiga yang akan memberikan keputusan-keputusan tertentu untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di antara mereka.
D. Sebab-Sebab Terjadinya Konflik
Menurut Soerjono Seokanto sebab-sebab terjadinya konflik antara lain:
1. Perbedaan individu karena perbedaan perasaan dan pendirian.
2. Perbedaan kebudayaan karena kepribadian seseorang dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakatnya.
3. Perbedaan kepentingan baik kepentingan antara orang perorangan maupun antara kelompok.
4. Perubahan sosial yang cepat sehingga merubah nilai-nilai dalam masyarakat.
Sedangkan akibat yang ditimbulkan dari suatu konflik, antara lain
sebagai berikut:
1. Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok yang sedang mengalami konflik.
2. Retaknya hubungan antar individu atau antar kelompok.
3. Perubahan kepribadian.
4. Dapat menghancurkan harta benda dan jatuhnya korban manusia.
5. Jika kekuatan pihak-pihak yang bertentangan seimbang, maka dapat dicapai akomodasi. Akan tetapi, jika tidak seimbang, mengakibatkan terjadinya dominasi salah satu kelompok terhadap kelompok lainnya.
E. Integrasi Sosial
Integrasi sosial adalah proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang berbeda dalam kehidupan bermasyarakat. Menurut pandangan para penganut fungsionalisme struktural, sistem sosial senantiasa terintegrasi d atas dua landasan berikut:
1. Suatu masyarakat senantiasa terintegrasi di atas tumbuhnya konsensus di antara sebagian besar anggota masyarakat.
2. Masyarakat terintegrasi karena berbagai anggota masyarakat sekaligus menjadi anggota dari berbagai kesatuan sosial (cross cutting affiliations).
Menurut William F. Ogburn dan Mayer Nimkoff, syarat berhasilnya suatu integrasi sosial adalah:
1. Anggota-anggota masyarakat merasa bahwa mereka berhasil saling mengisi kebutuhan-kebutuhan satu dengan lainnya
2. Masyarakat berhasil menciptakan kesepakatan bersama mengenai norma dan nilai.
3. Norma-norma dan nilai sosial itu berlaku cukup lama dan dijalankan secara konsiste
MOBILITAS SOSIAL

1. Pengertian

Gerak sosial atau sosial mobility adalah suatu gerak dalam struktur sosial (social structure). Struktur sosial mencakup sifat-sifat hubungan antara individu dalam kelompok dan hubungan antara individu dengan kelompoknya. Apabila seorang guru kemudian pindah dan beralih pekerjaan menjadi pemilik took buku, dia melakukan gerak sosial.
2. Jenis-Jenis Mobilitas Sosial

Ada dua tipe mobilitas sosial yang utama yaitu mobilitas sosial yang horizontal dan vertikal.
a. Mobilitas sosial horizontal

Merupakan peralihan inividu atau objek-objek sosial lainnya dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya yang sederajat. Contohnya seseorang yang berlaih pekerjaan yang sederajat. Dengan adanya mobilitas sosial horizontal tidak terjadi perubahan dalam derajat kedudukan seseorang.
b. Mobilitas sosial vertikal

Merupakan perpindahan individu dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan lainnya yang tidak sederajat. Sesuai dengan arahnya maka ada dua jenis mobilitas sosial vertikal, yaitu:
1) Social climbing, yaitu gerak mobilitas sosial vertikal yang naik
2) Social sinking, yaitu gerak mobilitas sosial vertikal yang turun
Disamping itu ada dua jenis mobilitas sosial vertikal lainnya yaitu:
1) Mobilitas intragenerasi, yaitu mobilitas yang terjadi dalam diri seseorang. Dalam tipe mobilitas intragenerasi terjadi pula mobilitas yang naik dan turun.
2) Mobilitas antar generasi, yaitu mobilitas yang terjadi dalam dua generasi. Dalam tipe mobilitas antar generasi terjadi pula mobilitas yang naik dan turun.
3. Prinsip Umum Mobilitas sosial vertikal

a. Hampir tidak ada masyarakat yang sistem lapisannya mutlak tertutup
b. Betapapun terbukanya sistem lapisan dalam suatu masyarakat, tak mungkin gerak sosial yang bertikal dilakukan dengan sebebas-bebasnya.
c. Gerak sosial yang umum berlaku bagi semua masyarakat tidak ada.
d. Laju gerak sosial yang vertikal disebabkan oleh factor-faktor ekonomi, politik serta pekerjaan bebeda-beda.
e. Dalam mobilitas sosial yang disebabkan oleh faktor ekonomis, politik dan pekerjaan, tidak ada kecenderungan yang kontinu perihal bertambah atau berkurangnya laju gerak sosial.
4. Saluran Mobilitas sosial vertikal
Menurut Pitirim A. Sorokin mobilitas sosial vertikal mempunyai saluran-saluran dalam masyarakat yaitu:
1. Angkatan bersenjata → memainkan peranan penting dalam masyarakat dengan sistem militerisme.
2. Lembaga keagamaan → merupakan saluran penting dalam gerak sosial vertikal, dimana tokoh agama akan mendapatkan status sosial yang tinggi dalam masyarakat.
3. Lembaga pendidikan → merupakan saluran kongkret gerak sosial yang vertikal. Bahkan dianggap sebagai social elevator yang bergerak dari keduduakn yang paling rendah ke kedudukan yang paling tinggi.
4. Organisasi politik → Partai politik dapat memberi peluang besar bagi para anggotanya untuk naik dalam pertanggaan kedudukan. Apabila ia mempunyai kemampuan berorganisasi dan sebagainya.
5. Organisasi ekonomi → perusahaan ekspor impor, perusahaan asing, bank, travel bureau dan lain sebagainya memgang peranan penting sebagai saluran dalam saluran gerak sosial yang bertikal.
6. Organisasi keahlian → Ikatan dokter Indoensia (IDI), persatuan wartawan Indonesia (PWI), merupakan wadah yang dapat menampung individu-individu dengan dengan masing-masing keahliannya untuk diperkenalkan kepada masyarakat.
7. Perkawinan → seseorang yang menikah dengan seseorang yang berasal dari lapisan atas dapat ikut naik kedudukannya. Akan tetapi, hal yang sebaliknya juga mungkin terjadi apbila dia menikah dengan seseorang yang lebih rendah kedudukannya dalam masyarakat.
1. Diferensiasi Berdasarkan Ras
Ras adalah kategori individu yang secara turun temurun memiliki ciri-ciri fisik dan biologis tertentu. Diferensiasi ras berarti pengelompokan masyarakat berdasarkan ciri-ciri fisiknya, bukan budayanya.
A.L Kroeber membuat klasifikasi ras sebagai berikut:
1) Austroloid : penduduk asli Australia
2) Mongoloid, terdiri atas:
a) Asiatic Mongoloid (Asia Utara, Asia Tengah dan Asia Timur)
b) Malayan Mongoloid (Asia Tenggara, Indonesia, Malaysia, Filipina dan Penduduk asli Taiwan)
c) American Mongoloid (penduduk asli benua Amerika (Indian dan Eskimo))
3) Caucasoid, terdiri atas:
a) Nordic (Eropa Utara, sekitar Laut Baltik)
b) Alpine (Eropa Tengah dan Eropa Timur)
c) Mediteranian (sekitar laut Tengah, Afrika Utara, Armenia, Arab dan Iran)
d) Indic (Pakistan, India, Bangladesh dan Sri Langka)
4) Negroid, yang terdiri atas:
a) African Negroid (Benua Afrika)
b) Negrito (Afrika Tengah, Orang Semang di semenanjung Malaya dan Filipina)
c) Melanesia (Papua, Melanesia)
5) Ras-ras khusus
a) Bushman (Gurun Kalahari-Afrika Selatan)
b) Veddoid (pedalaman Sri Lanka dan Sulawesi Selatan)
c) Polynesian (lkepulauan mikronesia dan Polynesia)
d) Ainu (di Pulau Karafuto dan Hokaido Jepang)
Menurut Bruce J. Cohen, rasialisme adalah paham yang meyakini bahwa kelompok ras yang dimiliki oleh seseorang adalah lebih tinggi daripada kelompok ras yang dimiliki oleh orang lain.
Sedangkan menurut E. Von Eickstedt ras dibedakan menjadi
a. Leukoderm
Leuko berarti putih. Masyarakat yang termasuk di dalam ras Leukoderm contohnya orang Polinesia dan Eropa
b. Melanoderm
Melano berarti hitam. Masyarakat yang termasuk dalam ras ini adalah Negroid, Melanesoid, dan Austroloid. Contoh ras Melanoderm adalah orang Afrika, Aborigin dan Melanesia
c. Xantoderm
Xanto berarti kuning. Masyarakat yang termasuk di dalam ras Xantoderm adalah Mongoloid dan Indian. Contoh ras Xantoderm adalah orang Asia, Indian dan Eskimo.
2. Diferensiasi Berdasarkan Etnis

Diferensiasi masyarakat Indonesia juga ditandai dengan beragamnya suku bangsa atau etnis. Suku bangsa merupakan gabungan sosial yang dibedakan dari golongan-golongan sosial lainnya karena mempunyai ciri-ciri paling mendasar dan umumnya berkaitan dengan asal usul dan tempat asal serta kebudayaannya.
Menurut William Kornblum, kelompok etnis adalah suatu populasi yang memiliki identitas kelompok berdasarkan kebudayaan tertentu dan biasanya memiliki leluhur yang sama. Dalam pandangan Bruce J Cohen, kelompok etnis dibedakan oleh karakteristik budaya yang dimiliki oleh para anggotanya. Karakteristik itu meliputi agama, bahasa dan wilayah.
Menurut Koentjaraningrat, suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran akan kesatuan kebudayaan, sedangkan kesadaran dan identitas sering dikuatkan oleh kesatuan bahasa. Dengan pengertian tersebut, dapat kita lihat tiap-tiap anggota suku bangsa tentu akan menggunakan identitas suku bangsanya dan tetap menjunjung tinggi kebudayaannya walaupun mereka berada di tempat yang jauh dari daerah asalnya.
Suku bangsa yang ada di Indonesia antara lain :
- di Pulau Sumatera : Aceh, Batak, Minangkabau, Bengkulu, Jambi, Palembang, Melayu;
- di Pulau Jawa : Sunda, Jawa, Tengger, dsb;
- di Pulau Kalimantan : Dayak, Banjar, dsb;
- di Pulau Sulawesi : Bugis, Makasar, Toraja, Minahasa, Toli-toli, Bolaang-Mangondow, Gorontalo, dsb;
- di Nusa Tenggara : Bali, Bima, Lombok, Flores, Timor, Rote, dsb.;
- di Kep. Maluku dan Papua : Ternate, Tidore, Dani, Asmat, dsb.
Berkaitan dengan jumlah suku bangsa yang ada di Indonesia, beberapa ahli mengemukakan pendapatnya.
a. Koentjaraningrat
Koentjaraningrat berpendapat bahwa jumlah suku bangsa yang ada di Indonesia adalah sebagai berikut
1. Sumatra : 42 Suku Bangsa
2. Jawa dan Madura : 8 Suku Bangsa
3. Bali dan Lombok : 3 Suku Bangsa
4. Kalimantan : 25 Suku Bangsa
5. Sulawesi : 37 Suku Bangsa
6. Timor : 24 Suku Bangsa
7. Kepulauan Barat Daya : 5 Suku Bangsa
8. Maluku : 9 Suku Bangsa
9. Ternate : 15 Suku Bangsa
10. Papua : 27 Suku Bangsa
Jumlah : 195 Suku Bangsa
b. M.A Jaspan
Jumlah suku bangsa yang ada di Indonesai menurut M.A Jaspan adalah sebagai berikut.
1. Sumatra : 49 Suku Bangsa
2. Jawa : 7 Suku Bangsa
3. Kalimantar : 73 Suku Bangsa
4. Sulawesi : 117 Suku Bangsa
5. Nusa Tenggara : 30 Suku Bangsa
6. Maluku dan Ambon : 41 Suku Bangsa
7. Papua : 49 Suku Bangsa
Jumlah : 366 Suku Bangsa
3. Diferensiasi Berdasarkan Klan

Klan (Clan) sering juga disebut kerabat luas atau keluarga besar. Klen merupakan kesatuan keturunan (genealogis), kesatuan kepercayaan (religiomagis) dan kesatuan adat (tradisi). Klan adalah sistem sosial yang berdasarkan ikatan darah atau keturunan yang sama umumnya terjadi pada masyarakat unilateral baik melalui garis ayah (patrilineal) maupun garis ibu (matrilineal).
Klan atas dasar garis keturunan ayah (patrilineal) antara lain terdapat pada:
• Masyarakat Batak (dengan sebutan Marga)
 Marga Batak Karo : Ginting, Sembiring, Singarimbun, Barus, Tambun, Paranginangin;
 Marga Batak Toba : Nababan, Simatupang, Siregar;
 Marga Batak Mandailing : Harahap, Rangkuti, Nasution, Batubara, Daulay.
• Masyarakat Minahasa (klannya disebut Fam) antara lain : Mandagi, Lasut, Tombokan, Pangkarego, Paat, Supit.
• Masyarakat Ambon (klannya disebut Fam) antara lain : Pattinasarani, Latuconsina, Lotul, Manuhutu, Goeslaw.
• Masyarakat Flores (klannya disebut Fam) antara lain : Fernandes, Wangge, Da Costa, Leimena, Kleden, De- Rosari, Paeira.
Klen atas dasar garis keturunan ibu (matrilineal) antara lain terdapat pada masyarakat Minangkabau, Klennya disebut suku yang merupakan gabungan dari kampuang-kampuang. Nama-nama klen di Minangkabau antara lain : Koto, Piliang, Chaniago, Sikumbang, Melayu, Solo, Dalimo, Kampai, dsb.
Masyarakat di Flores, yaitu suku Ngada juga menggunakan sistem Matrilineal
4. Diferensiasi Berdasarkan Agama

Menurut Durkheim agama adalah suatu sistem terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal-hal yang suci. Agama merupakan masalah yang essensial bagi kehidupan manusia karena menyangkut keyakinan seseorang yang dianggap benar. Keyakinan terhadap agama mengikat pemeluknya secara moral. Keyakinan itu membentuk golongan masyarakat moral (umat). Umat pemeluk suatu agama bisa dikenali dari cara berpakaian, cara berperilaku, cara beribadah, dan sebagainya.
Masing-masing agama memiliki berbagai perbedaan. Perbedaan itu, diantaranya terletak pada hal-hal sebagai berikut.
1. Konsep Keimanan
Konsep keimanan mengandung segala keyakinan manusia tentang Tuhan, alam ghaib, segalai nilai, norma dan ajaran dari agama yang bersangkutan.
2. Kitab Suci
Kitab suci dijadikan sebagai pedoman dalam beribadah dan bertingkah laku sehari-hari. Kiab suci agama di Indonesia, yaitu Al-Quran, Injil, Weda dan Tripitaka.
3. Sistem peribadatan dan Upacara Keagamaan
Sistem peribadatan pada tiap-tiap agama berbeda. Begitu juga dengan upacara keagamaan, misalnya peringatan Idhul Fitri bagi umat Islam.
4. Hukum-Hukum yang berlaku dalam Kehidupan
Agama diturunkan untuk mengatur kehidupan sosial manusia agar dapat hidup selamat dunia dan akhirat. Dalam agama diajarkan agar manusia saling menghormati, mencintai, selalu berbuat kebenaran, menjauhi larangan, serta menghindari perpecahan dan permusuhan satu sama lain.
5. Diferensiasi Berdasarkan Jenis Kelamin dan Gender

Untuk memahami konsep gender, kita harus mampu membedakan kata gender dengan jenis kelamin. Antara gender dan jenis kelami memiliki arti yang berbeda. Jenis kelamin merupakan penyifatan atau pembagian jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis dan melekat pada jenis kelami tertentu. Ciri-ciri biologis akan dengan mudah dapat dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Misalnya laki-laki memiliki jakun dan memproduksi sperma, sedangkan perempuan memiliki alat reproduksi dan rahim.
Sedangkan gender adalah sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang terbentuk secara sosial dan kultural. Misalnya, perempuan itu secara umum dikenal lemah lembut, emosional dan keibuan. Sementara itu, laki-laki dianggap memiliki sifat rasional, jantan dan perkasa. Walaupun begitu banyak juga perempuan yang kuat, rasional dan perkasa. Sementara itu, banyak juga laki-laki yang emosional dan lemah lembut.
Menurut William Kornblum perbedaan jenis kelamin adalah perbedaan antara perempuan dan laki-laki secara biologis. Perbedaan tersebut adalah karakteristik seks primer, seperti alat kelamin yang berbeda antara laki-laki dan perempuan dan karakteristik seks sekunder seperti bentuk tubuh dan bentuk suara.