Jumat, 08 Februari 2013
Perbedaan Kekerasan dengan Konflik

 Konflik sosial merupakan fenomena yang sering terjadi dalamkehidupan masyarakat. Sebagaimana diungkapkan pada awalpembahasan sebelumnya bahwa pihak-pihak yang terlibat dalamsebuah konflik memiliki kecenderungan untuk saling meniadakan ataumelenyapkan. Karenanya, sebuah konflik erat dengan tindakankekerasan. Dalam konflik, individu yang terlibat lebih menggunakanperasaan benci dan amarah. Perasaan ini mendorong individu melukaidan menyerang pihak lawan yang cenderung menggunakan tindakkekerasan. Oleh karena itu, konflik diidentikkan dengan tindakkekerasan. Lihat saja konflik yang terjadi di Indonesia. Setiap individuatau kelompok yang bertikai tidak segan-segan menghancurkan rumah,tempat ibadah, harta benda, bahkan diri pihak lawan. Lantas, apa yangdimaksud dengan kekerasan itu? Bagaimana bentuknya? Apa yangmenjadi penyebab kekerasan terjadi? Kesemua itu akan kita kaji padamateri di bawah ini. Dengan begitu, kita dapat membedakan antarakonflik dengan kekerasan

Konflik dengan kekerasanbagaikan dua mata pedangyang terpisahkan satudengan yang lainnya mana-kala konflik yang terjadi tidaksegera diselesaikan sebagai-mana mestinya, maka akan  menimbulkan kekerasan


KONFLIK DAN KEKERASAN
Secara sosiologis, kekerasan merupakan konflik social yang tidak terkendali Oleh masyarakat dengan mengabaikan norma dan nilai social sehingga menimbul-kan tindakan merusak
2 Jenis kekerasan yaitu :
1. kekerasan langsung (direct violence) adalah suatu bentuk kekerasan dengan     sengaja
2. kekerasan tidak langsung (indirect violence) adalah suatu bentuk kekerasan yang mengurangi hak asasi manusia. mis; membiarkan orang-orang dihakimi massa gara-gara mencuri.
Perbedaan konflik dengan kekerasan ;
-     konflik diartikan suatu proses yang tidak terkendalikan karena ingin menyingkirkan pihak lain dan menghancurkannya.
-     kekerasan diartikan sebagai suatu proses yang tidak terkendalikan oleh masyarakat dan mengabaikan nilai dan norma sehingga berwujud tindakan merusak.

Jenis-jenis pengendalian kekerasan menurut George Simmel, yaitu :
1. kemenangan salah satu pihak
2. kompromi
3. saling memaafkan
4. rekonsiliasipihak yang bertikai
5. kesepakatan damai
6. memeberi perhatian
7. menggunakan aturan yang ketat
8. menggunakan orang ketiga untuk damai

3 Cara untuk mengendalikan konflik dan kekerasan ;
1. Perundingan adalah bentuk resolusi dengan mengajak kedua pihak duduk bersama dengan tujuan untuk mencapai kesepakatan
2. Mediasi yaitu dengan cara mengumpulkan informasi, merumuskan masalah dan mengembangkan formulasi kesepakatan
3. Arbitrasi yaitu proses penyelesaian kekerasan dengan meminta pihak ketiga yang netral mengeluar kan keputusan penyelesaian konflik setelah mengkaji dengan bukti kuat dari pihak yang berselisih

penyebab konflik

  • Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
  • Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
  • Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
  • Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.

Jenis-jenis konflik

Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 4 macam :
  • Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))
  • Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
  • Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
  • Koonflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)
  • Konflik antar atau tidak antar agama
  • Konflik antar politik.

Akibat konflik

Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :
  • meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
  • keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
  • perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dll.
  • kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
  • dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut:
  • Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
  • Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk "memenangkan" konflik.
  • Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.
  • Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk menghindari konfl

Definisi konflik

Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli.
  1. Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
  2. Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
  3. Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
  4. Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.
  5. Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
  6. Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993).
  7. Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace & Faules, 1994:249).
  8. Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi (Folger & Poole: 1984).
  9. Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat (Myers,1982:234-237; Kreps, 1986:185; Stewart, 1993:341).
  10. Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda (Devito, 1995:381)

Konflik Menurut Robbin

Robbin (1996: 431) mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:
  1. Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang – orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
  2. Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View. Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.
  3. Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.

Konflik Menurut Stoner dan Freeman

Stoner dan Freeman(1989:392) membagi pandangan menjadi dua bagian, yaitu pandangan tradisional (Old view) dan pandangan modern (Current View):
  1. Pandangan tradisional. Pandangan tradisional menganggap bahwa konflik dapat dihindari. Hal ini disebabkan konflik dapat mengacaukan organisasi dan mencegah pencapaian tujuan yang optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang optimal, konflik harus dihilangkan. Konflik biasanya disebabkan oleh kesalahan manajer dalam merancang dan memimpin organisasi. Dikarenakan kesalahan ini, manajer sebagai pihak manajemen bertugas meminimalisasikan konflik.
  2. Pandangan modern. Konflik tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan banyak faktor, antara lain struktur organisasi, perbedaan tujuan, persepsi, nilai – nilai, dan sebagainya. Konflik dapat mengurangi kinerja organisasi dalam berbagai tingkatan. Jika terjadi konflik, manajer sebagai pihak manajemen bertugas mengelola konflik sehingga tercipta kinerja yang optimal untuk mencapai tujuan bersama.

Konflik Menurut Myers

Selain pandangan menurut Robbin dan Stoner dan Freeman, konflik dipahami berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer (Myers, 1993:234)
  1. Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari. Pandangan ini sangat menghindari adanya konflik karena dinilai sebagai faktor penyebab pecahnya suatu kelompok atau organisasi. Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas, dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti akan menimbulkan sikap emosi dari tiap orang di kelompok atau organisasi itu sehingga akan menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh karena itu, menurut pandangan tradisional, konflik haruslah dihindari.
  2. Pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi manusia. Namun, yang menjadi persoalan adalah bukan bagaimana meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya secara tepat sehingga tidak merusak hubungan antarpribadi bahkan merusak tujuan organisasi. Konflik dianggap sebagai suatu hal yang wajar di dalam organisasi. Konflik bukan dijadikan suatu hal yang destruktif, melainkan harus dijadikan suatu hal konstruktif untuk membangun organisasi tersebut, misalnnya bagaimana cara peningkatan kinerja organisasi.

Konflik Menurut Peneliti Lainnya

  1. Konflik terjadi karena adanya interaksi yang disebut komunikasi. Hal ini dimaksudkan apabila kita ingin mengetahui konflik berarti kita harus mengetahui kemampuan dan perilaku komunikasi. Semua konflik mengandung komunikasi, tapi tidak semua konflik berakar pada komunikasi yang buruk. Menurut Myers, Jika komunikasi adalah suatu proses transaksi yang berupaya mempertemukan perbedaan individu secara bersama-sama untuk mencari kesamaan makna, maka dalam proses itu, pasti ada konflik (1982: 234). Konflik pun tidak hanya diungkapkan secara verbal tapi juga diungkapkan secara nonverbal seperti dalam bentuk raut muka, gerak badan, yang mengekspresikan pertentangan (Stewart & Logan, 1993:341). Konflik tidak selalu diidentifikasikan sebagai terjadinya saling baku hantam antara dua pihak yang berseteru, tetapi juga diidentifikasikan sebagai ‘perang dingin’ antara dua pihak karena tidak diekspresikan langsung melalui kata – kata yang mengandung amarah.
  2. Konflik tidak selamanya berkonotasi buruk, tapi bisa menjadi sumber pengalaman positif (Stewart & Logan, 1993:342). Hal ini dimaksudkan bahwa konflik dapat menjadi sarana pembelajaran dalam memanajemen suatu kelompok atau organisasi. Konflik tidak selamanya membawa dampak buruk, tetapi juga memberikan pelajaran dan hikmah di balik adanya perseteruan pihak – pihak yang terkait. Pelajaran itu dapat berupa bagaimana cara menghindari konflik yang sama supaya tidak terulang kembali di masa yang akan datang dan bagaimana cara mengatasi konflik yang sama apabila sewaktu – waktu terjadi kembali.
KONFLIK SOSIAL

A. Pengertian Konflik Sosial
Menurut Soerjono Soekanto, konflik adalah suatu proses sosial ketiak orang perorangan atau kelompok manusia berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai ancaman. Akan tetapi pemahaman konflik lebih luas dari sekedar saling memukul. Ada pula kondisi konflik, tetapi pihak-pihak yang berkonflik tidak saling menyerang secara fisik. Menurut Robert M.Z Lawang konflik adalah perjuangan memperoleh hal-hal yang langka seperti harta, status dan otoritas.
B. Perbedaan antara Konflik dan Kekerasan
Kekerasan (violence) berasal dari bahasa latin violentia yang artinya penggunaan kekuatan fisik hingga dapat melukai. Kekerasan adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menyebabkan cedera atau meninggalnya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain.
C. Pengendalian Konflik
Ada tiga macam bentuk pengendalian konflik sosial, yaitu:
1. Konsiliasi → merupakan pengendalian yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tertentu yang memungkinkan tumbuhnya pola diskusi dan pengambilan keputusan-keputusan di antara pihak-pihak yang berlawanan mengani persoalan yang mereka pertentangkan.
2. Mediasi → pengendalian konflik yang dilaksanakan apabila kedua belah pihak yang terlibat konflik bersama-sama bersepakat untuk menunjuk pihak ketiga yang akan memberikan nasehat-nasehatnya tentang bagaimana mereka sebaiknya menyelesaikan pertentangan mereka.
3. Arbitrasi → pengendalian konflik yang dilakukan apabila kedua belah pihak yang bertentangan bersepakat untuk menerima atau terpaksa menerima hadirnya pihak ketiga yang akan memberikan keputusan-keputusan tertentu untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di antara mereka.
D. Sebab-Sebab Terjadinya Konflik
Menurut Soerjono Seokanto sebab-sebab terjadinya konflik antara lain:
1. Perbedaan individu karena perbedaan perasaan dan pendirian.
2. Perbedaan kebudayaan karena kepribadian seseorang dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakatnya.
3. Perbedaan kepentingan baik kepentingan antara orang perorangan maupun antara kelompok.
4. Perubahan sosial yang cepat sehingga merubah nilai-nilai dalam masyarakat.
Sedangkan akibat yang ditimbulkan dari suatu konflik, antara lain
sebagai berikut:
1. Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok yang sedang mengalami konflik.
2. Retaknya hubungan antar individu atau antar kelompok.
3. Perubahan kepribadian.
4. Dapat menghancurkan harta benda dan jatuhnya korban manusia.
5. Jika kekuatan pihak-pihak yang bertentangan seimbang, maka dapat dicapai akomodasi. Akan tetapi, jika tidak seimbang, mengakibatkan terjadinya dominasi salah satu kelompok terhadap kelompok lainnya.
E. Integrasi Sosial
Integrasi sosial adalah proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang berbeda dalam kehidupan bermasyarakat. Menurut pandangan para penganut fungsionalisme struktural, sistem sosial senantiasa terintegrasi d atas dua landasan berikut:
1. Suatu masyarakat senantiasa terintegrasi di atas tumbuhnya konsensus di antara sebagian besar anggota masyarakat.
2. Masyarakat terintegrasi karena berbagai anggota masyarakat sekaligus menjadi anggota dari berbagai kesatuan sosial (cross cutting affiliations).
Menurut William F. Ogburn dan Mayer Nimkoff, syarat berhasilnya suatu integrasi sosial adalah:
1. Anggota-anggota masyarakat merasa bahwa mereka berhasil saling mengisi kebutuhan-kebutuhan satu dengan lainnya
2. Masyarakat berhasil menciptakan kesepakatan bersama mengenai norma dan nilai.
3. Norma-norma dan nilai sosial itu berlaku cukup lama dan dijalankan secara konsiste
MOBILITAS SOSIAL

1. Pengertian

Gerak sosial atau sosial mobility adalah suatu gerak dalam struktur sosial (social structure). Struktur sosial mencakup sifat-sifat hubungan antara individu dalam kelompok dan hubungan antara individu dengan kelompoknya. Apabila seorang guru kemudian pindah dan beralih pekerjaan menjadi pemilik took buku, dia melakukan gerak sosial.
2. Jenis-Jenis Mobilitas Sosial

Ada dua tipe mobilitas sosial yang utama yaitu mobilitas sosial yang horizontal dan vertikal.
a. Mobilitas sosial horizontal

Merupakan peralihan inividu atau objek-objek sosial lainnya dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya yang sederajat. Contohnya seseorang yang berlaih pekerjaan yang sederajat. Dengan adanya mobilitas sosial horizontal tidak terjadi perubahan dalam derajat kedudukan seseorang.
b. Mobilitas sosial vertikal

Merupakan perpindahan individu dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan lainnya yang tidak sederajat. Sesuai dengan arahnya maka ada dua jenis mobilitas sosial vertikal, yaitu:
1) Social climbing, yaitu gerak mobilitas sosial vertikal yang naik
2) Social sinking, yaitu gerak mobilitas sosial vertikal yang turun
Disamping itu ada dua jenis mobilitas sosial vertikal lainnya yaitu:
1) Mobilitas intragenerasi, yaitu mobilitas yang terjadi dalam diri seseorang. Dalam tipe mobilitas intragenerasi terjadi pula mobilitas yang naik dan turun.
2) Mobilitas antar generasi, yaitu mobilitas yang terjadi dalam dua generasi. Dalam tipe mobilitas antar generasi terjadi pula mobilitas yang naik dan turun.
3. Prinsip Umum Mobilitas sosial vertikal

a. Hampir tidak ada masyarakat yang sistem lapisannya mutlak tertutup
b. Betapapun terbukanya sistem lapisan dalam suatu masyarakat, tak mungkin gerak sosial yang bertikal dilakukan dengan sebebas-bebasnya.
c. Gerak sosial yang umum berlaku bagi semua masyarakat tidak ada.
d. Laju gerak sosial yang vertikal disebabkan oleh factor-faktor ekonomi, politik serta pekerjaan bebeda-beda.
e. Dalam mobilitas sosial yang disebabkan oleh faktor ekonomis, politik dan pekerjaan, tidak ada kecenderungan yang kontinu perihal bertambah atau berkurangnya laju gerak sosial.
4. Saluran Mobilitas sosial vertikal
Menurut Pitirim A. Sorokin mobilitas sosial vertikal mempunyai saluran-saluran dalam masyarakat yaitu:
1. Angkatan bersenjata → memainkan peranan penting dalam masyarakat dengan sistem militerisme.
2. Lembaga keagamaan → merupakan saluran penting dalam gerak sosial vertikal, dimana tokoh agama akan mendapatkan status sosial yang tinggi dalam masyarakat.
3. Lembaga pendidikan → merupakan saluran kongkret gerak sosial yang vertikal. Bahkan dianggap sebagai social elevator yang bergerak dari keduduakn yang paling rendah ke kedudukan yang paling tinggi.
4. Organisasi politik → Partai politik dapat memberi peluang besar bagi para anggotanya untuk naik dalam pertanggaan kedudukan. Apabila ia mempunyai kemampuan berorganisasi dan sebagainya.
5. Organisasi ekonomi → perusahaan ekspor impor, perusahaan asing, bank, travel bureau dan lain sebagainya memgang peranan penting sebagai saluran dalam saluran gerak sosial yang bertikal.
6. Organisasi keahlian → Ikatan dokter Indoensia (IDI), persatuan wartawan Indonesia (PWI), merupakan wadah yang dapat menampung individu-individu dengan dengan masing-masing keahliannya untuk diperkenalkan kepada masyarakat.
7. Perkawinan → seseorang yang menikah dengan seseorang yang berasal dari lapisan atas dapat ikut naik kedudukannya. Akan tetapi, hal yang sebaliknya juga mungkin terjadi apbila dia menikah dengan seseorang yang lebih rendah kedudukannya dalam masyarakat.
1. Diferensiasi Berdasarkan Ras
Ras adalah kategori individu yang secara turun temurun memiliki ciri-ciri fisik dan biologis tertentu. Diferensiasi ras berarti pengelompokan masyarakat berdasarkan ciri-ciri fisiknya, bukan budayanya.
A.L Kroeber membuat klasifikasi ras sebagai berikut:
1) Austroloid : penduduk asli Australia
2) Mongoloid, terdiri atas:
a) Asiatic Mongoloid (Asia Utara, Asia Tengah dan Asia Timur)
b) Malayan Mongoloid (Asia Tenggara, Indonesia, Malaysia, Filipina dan Penduduk asli Taiwan)
c) American Mongoloid (penduduk asli benua Amerika (Indian dan Eskimo))
3) Caucasoid, terdiri atas:
a) Nordic (Eropa Utara, sekitar Laut Baltik)
b) Alpine (Eropa Tengah dan Eropa Timur)
c) Mediteranian (sekitar laut Tengah, Afrika Utara, Armenia, Arab dan Iran)
d) Indic (Pakistan, India, Bangladesh dan Sri Langka)
4) Negroid, yang terdiri atas:
a) African Negroid (Benua Afrika)
b) Negrito (Afrika Tengah, Orang Semang di semenanjung Malaya dan Filipina)
c) Melanesia (Papua, Melanesia)
5) Ras-ras khusus
a) Bushman (Gurun Kalahari-Afrika Selatan)
b) Veddoid (pedalaman Sri Lanka dan Sulawesi Selatan)
c) Polynesian (lkepulauan mikronesia dan Polynesia)
d) Ainu (di Pulau Karafuto dan Hokaido Jepang)
Menurut Bruce J. Cohen, rasialisme adalah paham yang meyakini bahwa kelompok ras yang dimiliki oleh seseorang adalah lebih tinggi daripada kelompok ras yang dimiliki oleh orang lain.
Sedangkan menurut E. Von Eickstedt ras dibedakan menjadi
a. Leukoderm
Leuko berarti putih. Masyarakat yang termasuk di dalam ras Leukoderm contohnya orang Polinesia dan Eropa
b. Melanoderm
Melano berarti hitam. Masyarakat yang termasuk dalam ras ini adalah Negroid, Melanesoid, dan Austroloid. Contoh ras Melanoderm adalah orang Afrika, Aborigin dan Melanesia
c. Xantoderm
Xanto berarti kuning. Masyarakat yang termasuk di dalam ras Xantoderm adalah Mongoloid dan Indian. Contoh ras Xantoderm adalah orang Asia, Indian dan Eskimo.
2. Diferensiasi Berdasarkan Etnis

Diferensiasi masyarakat Indonesia juga ditandai dengan beragamnya suku bangsa atau etnis. Suku bangsa merupakan gabungan sosial yang dibedakan dari golongan-golongan sosial lainnya karena mempunyai ciri-ciri paling mendasar dan umumnya berkaitan dengan asal usul dan tempat asal serta kebudayaannya.
Menurut William Kornblum, kelompok etnis adalah suatu populasi yang memiliki identitas kelompok berdasarkan kebudayaan tertentu dan biasanya memiliki leluhur yang sama. Dalam pandangan Bruce J Cohen, kelompok etnis dibedakan oleh karakteristik budaya yang dimiliki oleh para anggotanya. Karakteristik itu meliputi agama, bahasa dan wilayah.
Menurut Koentjaraningrat, suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran akan kesatuan kebudayaan, sedangkan kesadaran dan identitas sering dikuatkan oleh kesatuan bahasa. Dengan pengertian tersebut, dapat kita lihat tiap-tiap anggota suku bangsa tentu akan menggunakan identitas suku bangsanya dan tetap menjunjung tinggi kebudayaannya walaupun mereka berada di tempat yang jauh dari daerah asalnya.
Suku bangsa yang ada di Indonesia antara lain :
- di Pulau Sumatera : Aceh, Batak, Minangkabau, Bengkulu, Jambi, Palembang, Melayu;
- di Pulau Jawa : Sunda, Jawa, Tengger, dsb;
- di Pulau Kalimantan : Dayak, Banjar, dsb;
- di Pulau Sulawesi : Bugis, Makasar, Toraja, Minahasa, Toli-toli, Bolaang-Mangondow, Gorontalo, dsb;
- di Nusa Tenggara : Bali, Bima, Lombok, Flores, Timor, Rote, dsb.;
- di Kep. Maluku dan Papua : Ternate, Tidore, Dani, Asmat, dsb.
Berkaitan dengan jumlah suku bangsa yang ada di Indonesia, beberapa ahli mengemukakan pendapatnya.
a. Koentjaraningrat
Koentjaraningrat berpendapat bahwa jumlah suku bangsa yang ada di Indonesia adalah sebagai berikut
1. Sumatra : 42 Suku Bangsa
2. Jawa dan Madura : 8 Suku Bangsa
3. Bali dan Lombok : 3 Suku Bangsa
4. Kalimantan : 25 Suku Bangsa
5. Sulawesi : 37 Suku Bangsa
6. Timor : 24 Suku Bangsa
7. Kepulauan Barat Daya : 5 Suku Bangsa
8. Maluku : 9 Suku Bangsa
9. Ternate : 15 Suku Bangsa
10. Papua : 27 Suku Bangsa
Jumlah : 195 Suku Bangsa
b. M.A Jaspan
Jumlah suku bangsa yang ada di Indonesai menurut M.A Jaspan adalah sebagai berikut.
1. Sumatra : 49 Suku Bangsa
2. Jawa : 7 Suku Bangsa
3. Kalimantar : 73 Suku Bangsa
4. Sulawesi : 117 Suku Bangsa
5. Nusa Tenggara : 30 Suku Bangsa
6. Maluku dan Ambon : 41 Suku Bangsa
7. Papua : 49 Suku Bangsa
Jumlah : 366 Suku Bangsa
3. Diferensiasi Berdasarkan Klan

Klan (Clan) sering juga disebut kerabat luas atau keluarga besar. Klen merupakan kesatuan keturunan (genealogis), kesatuan kepercayaan (religiomagis) dan kesatuan adat (tradisi). Klan adalah sistem sosial yang berdasarkan ikatan darah atau keturunan yang sama umumnya terjadi pada masyarakat unilateral baik melalui garis ayah (patrilineal) maupun garis ibu (matrilineal).
Klan atas dasar garis keturunan ayah (patrilineal) antara lain terdapat pada:
• Masyarakat Batak (dengan sebutan Marga)
 Marga Batak Karo : Ginting, Sembiring, Singarimbun, Barus, Tambun, Paranginangin;
 Marga Batak Toba : Nababan, Simatupang, Siregar;
 Marga Batak Mandailing : Harahap, Rangkuti, Nasution, Batubara, Daulay.
• Masyarakat Minahasa (klannya disebut Fam) antara lain : Mandagi, Lasut, Tombokan, Pangkarego, Paat, Supit.
• Masyarakat Ambon (klannya disebut Fam) antara lain : Pattinasarani, Latuconsina, Lotul, Manuhutu, Goeslaw.
• Masyarakat Flores (klannya disebut Fam) antara lain : Fernandes, Wangge, Da Costa, Leimena, Kleden, De- Rosari, Paeira.
Klen atas dasar garis keturunan ibu (matrilineal) antara lain terdapat pada masyarakat Minangkabau, Klennya disebut suku yang merupakan gabungan dari kampuang-kampuang. Nama-nama klen di Minangkabau antara lain : Koto, Piliang, Chaniago, Sikumbang, Melayu, Solo, Dalimo, Kampai, dsb.
Masyarakat di Flores, yaitu suku Ngada juga menggunakan sistem Matrilineal
4. Diferensiasi Berdasarkan Agama

Menurut Durkheim agama adalah suatu sistem terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal-hal yang suci. Agama merupakan masalah yang essensial bagi kehidupan manusia karena menyangkut keyakinan seseorang yang dianggap benar. Keyakinan terhadap agama mengikat pemeluknya secara moral. Keyakinan itu membentuk golongan masyarakat moral (umat). Umat pemeluk suatu agama bisa dikenali dari cara berpakaian, cara berperilaku, cara beribadah, dan sebagainya.
Masing-masing agama memiliki berbagai perbedaan. Perbedaan itu, diantaranya terletak pada hal-hal sebagai berikut.
1. Konsep Keimanan
Konsep keimanan mengandung segala keyakinan manusia tentang Tuhan, alam ghaib, segalai nilai, norma dan ajaran dari agama yang bersangkutan.
2. Kitab Suci
Kitab suci dijadikan sebagai pedoman dalam beribadah dan bertingkah laku sehari-hari. Kiab suci agama di Indonesia, yaitu Al-Quran, Injil, Weda dan Tripitaka.
3. Sistem peribadatan dan Upacara Keagamaan
Sistem peribadatan pada tiap-tiap agama berbeda. Begitu juga dengan upacara keagamaan, misalnya peringatan Idhul Fitri bagi umat Islam.
4. Hukum-Hukum yang berlaku dalam Kehidupan
Agama diturunkan untuk mengatur kehidupan sosial manusia agar dapat hidup selamat dunia dan akhirat. Dalam agama diajarkan agar manusia saling menghormati, mencintai, selalu berbuat kebenaran, menjauhi larangan, serta menghindari perpecahan dan permusuhan satu sama lain.
5. Diferensiasi Berdasarkan Jenis Kelamin dan Gender

Untuk memahami konsep gender, kita harus mampu membedakan kata gender dengan jenis kelamin. Antara gender dan jenis kelami memiliki arti yang berbeda. Jenis kelamin merupakan penyifatan atau pembagian jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis dan melekat pada jenis kelami tertentu. Ciri-ciri biologis akan dengan mudah dapat dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Misalnya laki-laki memiliki jakun dan memproduksi sperma, sedangkan perempuan memiliki alat reproduksi dan rahim.
Sedangkan gender adalah sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang terbentuk secara sosial dan kultural. Misalnya, perempuan itu secara umum dikenal lemah lembut, emosional dan keibuan. Sementara itu, laki-laki dianggap memiliki sifat rasional, jantan dan perkasa. Walaupun begitu banyak juga perempuan yang kuat, rasional dan perkasa. Sementara itu, banyak juga laki-laki yang emosional dan lemah lembut.
Menurut William Kornblum perbedaan jenis kelamin adalah perbedaan antara perempuan dan laki-laki secara biologis. Perbedaan tersebut adalah karakteristik seks primer, seperti alat kelamin yang berbeda antara laki-laki dan perempuan dan karakteristik seks sekunder seperti bentuk tubuh dan bentuk suara.
DIFERENSIASI SOSIAL
Pengertian Diferensiasi Sosial
Kalau kita memperhatikan masyarakat di sekitar kita, ada banyak sekali perbedaan-perbedaan yang kita jumpai. Perbedaan-perbedaan itu antara lain dalam agama, ras, etnis, clan (klan), pekerjaan, budaya, maupun jenis kelamin.
Perbedaan-perbedaan itu tidak dapat diklasifikasikan secara bertingkat/vertikal seperti halnya pada tingkatan dalam lapisan ekonomi, yaitu lapisan tinggi, lapisan menengah dan lapisan rendah.
Perbedaan itu hanya secara horizontal. Perbedaan seperti ini dalam sosiologi dikenal dengan istilah Diferensiasi Sosial.
Dalam masyarakat Indonesia, diferensiasi sosial yang ada sangat beraneka ragam. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor itu antara lain.
a. Wilayah Indonesia erdiri atas ribuan pula yang terbentang dengan luas 1.906.240 km2 serta terletak diantara dua samudra dan dua benua. Kondisi ini menyebabkan masing-masing pulau mempunyai keragaman alam dan kebudayaan sendiri
b. Letak dan keadaan geografis masing-masing pulau atau daerah berbeda-beda.
c. Perbedaan dalam menyerap unsur-unsur budaya asing yang masuk ke dalam kehidupan masyarakat
d. Perbedaan sistem religi yang dianut masyarakat
Diferensiasi sosial ditandai dengan adanya perbedaan berdasarkan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Ciri Fisik
Diferensiasi ini terjadi karena perbedaan ciri-ciri tertentu.
Misalnya : warna kulit, bentuk mata, rambut, hidung, muka, dsb.
b. Ciri Sosial
Diferensiasi sosial ini muncul karena perbedaan pekerjaan yang menimbulkan cara pandang dan pola perilaku dalam masyarakat berbeda. Termasuk didalam kategori ini adalah perbedaan peranan, prestise dan kekuasaan. Contohnya : pola perilaku seorang perawat akan berbeda dengan seorang karyawan kantor.
c. Ciri Budaya
Diferensiasi budaya berhubungan erat dengan pandangan hidup suatu masyarakat menyangkut nilai-nilai yang dianutnya, seperti religi atau kepercayaan, sistem kekeluargaan, keuletan dan ketangguhan (etos). Hasil dari nilai-nilai yang dianut suatu masyarakat dapat kita lihat dari bahasa, kesenian, arsitektur, pakaian adat, agama, dsb.
Akibat Perbedaan Kedudukan dan Peran Sosial dalam Tindakan dan Interaksi Sosial

Perbedaan pendidikan, kekayaan, pekerjaan, status atau kelas sosial tidak hanya mengakibatkan perbedaan gaya hidup dan tindakan. Perbedaan tersebut juga menimbulkan sejumlah perbedaan lain dalam berbagai aspek kehidupan manusia, seperti:
a. Menentukan kesempatan hidup
Sejak masa dalam kandungan hingga pada saat meninggal dunia, kesempatan dan imbalan seseorang memang telah dipengaruhi oleh kelas sosialnya. Kurang gizi sang ibu bisa mempengaruhi kesehatan dan kekuatan janin sebelum dilahirkan. Seorang bayi dari kelas sosial rendah bukan hanya lebih berkemungkinan untuk meninggal dunia sebelum dewasa, tetapi juga akan menderita penyakit lebih lama selama hidupnya. Data sensus menyangkut “ketidakmampuan kerja” (dalam pengertian tidak bekerja karena adanya penyakit serius yang memakan waktu relatif lama) menemukan bahwa kasus ketidakmampuan kerja dikalangan pekerja berpenghasilan rendah lebih tinggi daripada kalangan pekerja berpenghasilan tinggi.
b. Kebahagiaan dalam keluarga
Pada tahun 1974 Cameron dan kawan-kawan meminta kepada sejumlah besar orang orang untuk menyatakan perasaan mereka tentang kebahagiaan dan ketidakbahagiaan. Cameron dan kawan-kawan menemukan bahwa kebahagiaan tidak dipengaruhi oleh ada atau tidak adanya cacat tubuh. Tidak pula dipengaruhi oleh faktor usia, karena orang tua pun sering merasa bahagia sebagaimana halnya orang muda. Dari semua faktor yang diteliti ditemukan bahwa kelas sosial lah yang memiliki kaitan paling erat.
c. Membentuk gaya hidup
Perbedaan kelas sosial dalam banyak hal mempengaruhi perilaku dan gaya hidup yang ditampilkan. Salah satu contohnya adalah penggunaan waktu luang berbeda-beda pada setiap kelas sosial. Keragaman penggunaan waktu luang tersebut sebagian disebabkan oleh faktor biaya dan selebihnya oleh faktor selera.
Disamping itu, dalam beberapa segi gaya hidup dan perilaku sosial, kelas sosial rendah tampak leibh konservatif daripada kelas sosial lainnya. Kelas sosial rendah merupakan kelas sosial yang paling terlambat dalam menerapkan kecenderungan baru, seperti misalnya, cara pengambilan keputusan dalam keluarga yang bersifat demokratis, cara mendidik anak atau cara penggunaan alat keluarga berencana.
Orang-orang kelas sosial rendah rampaknya ragu-ragu untuk menerima pemikiran dan cara-cara baru. Terbatasnya pendidikan, kebiasaan membaca, dan pergaulan mengakibatkan orang-orang kelas sosial rendah itu tidak mengetahui latar belakang pemikiran yang mendasari perubahan tersebut. Hal tersebut, yang diperkuat oleh sikap tidak percaya terhadap orang-orang yang berstatus sosial tinggi membuat orang-orang kelas sosial rendah mencurigai para ahli dari kalangan kelas sosial menengah dan atas, serta orang-orang yang menunjang perubahan.
d. Membentuk sikap politik
Berbagai studi memperlihatkan bahwa kelas sosial mempengaruhi perilaku politik seseorang. Menyangkut sikap politik, orang-orang kelas sosial rendah lebih sering mendukung calon-calong pemimpin yang berpandangan radikal, yang menghendaki perubahan secara drastis, terutama jika perubahan itu berkaitan dengan bantuan pemerintah terhadap para pemilih tersebut .
Sedangkan hasil studi yang dilakukan oleh Erbe (1964), Hansen (1975), Kim, Petrocik dan Eneksen (1975) menyimpulkan bahwa makin tinggi kelas sosial, makin cenderung individu memiliki ketertarikan di bidang politik. Mereka cenderung mendaftarkan diri sebagai pemilih, memberikan suara, tertarik politik, menjadi anggota organisasi yang mempunyai arti penting secara politis dan berusaha mempengaruhi pandangan politik yang lain.
e. Menyelesaikan “pekerjaan kotor”
Pada setiap masyarakat terdapat banyak pekerjaan yang tidak menyenangkan, sehingga orang harus dibujuk untuk mau mengerjakannya. Namun demikian, setiap masyarakat yang kompleks menaruh kepercayaan terutama pada sistem kelas sosial untuk memaksa orang agar mau mengerjakan pekerjaan yang membosankan. Gabungan yang terdiri atas latar belakang kebudayaan, pembatasan kesempatan belajar dan disikriminasi kesempatan kerja, semua itu membuat orang kelas sosial rendah tidak mampu bersaing untuk memperoleh jenis pekerjaan yang lebih baik. Sebagai akibatnya hanya jenis pekerjaan buruk yang tersisa. Apakah keadaan tersebut diciptakan secra sengaja atau tidak, sasaran akhirnya tetap sama juga, yakni agar pekerjaan kotor itu dapat dikerjakan oleh orang-orang yang tidak bekerja pada jenis pekerjaan yang baik
f. Menyiapkan anggota demi status yang lebih baik
Kelas sosial menengah dan kelas sosial atas atas berusaha menyiapkan para anggota kelas sosialnya untuk memerankan fungsi khusus dalam masyarakat. Para orang tua kelas sosial menengah berupaya untuk mendorong anak-anak mereka dengan memberikan harapan-harapan keberhasilan dan bayangan-bayangan yang menakutkan jika mereka jatuh ke dalam status kelas sosial yang lebih rendah. Jadi, diantara kelas sosial, kelas sosial menengahlah yang paling giat upayanya untuk “memperoleh kemajuan”.
Orang-orang kelas sosial atas tidak perlu “bekerja untuk hidup” atau berjuang untuk memperoleh status. Walaupun demikian, mereka mungkin merasa didesak untuk mempertegas status dan pendapatan mereka dengan cara mengabdikan diri pada salah satu bentuk pengabidan masyarakat. Contohnya keluarga Roosevelt, keluarga Rockfeller, keluarga Kennedy dan banyak eluarga lainnya. Keluarga berstatus tinggi semacam itu acapkali mengambangkan kebijakan-kebijakan sosial yang menguntungkan kelas sosial rendah. Keberhasilan politik mereka membuktikan bahwa massa bisa menerima pemimpin dari golongan elit, jika pemimpin tersebut ternyata peka terhadap kebutuhan kelas sosial rendah.
Kelas sosial atas pada kebanyakan negara mencakup pula golongan “the Jetset”, orang-orang kaya yang senang bermalas-malasan dan hidup dalam pemborosan yang tidak bermanfaat. Mungkin jumlah orang semacam itu tidak banyak, namun mereka tampak sangat menyolok dalam zaman komunikasi seperti saat ini, sehingga kecemburuan serta kebencian ya
Unsur-Unsur Stratifikasi Sosial
Unsur-unsur di dalam stratifikasi sosial adalah kedudukan (status) dan peranan (role). Kedudukan dan peranan merupakan unsur pokok sistem lapisan dalam suatu masyarakat dan mempuanya arti yang sangat penting bagi masyarakat.
a. Status Sosial
Setiap individu dalam masyarakat memiliki status sosialnya masing-masing. Status merupakan perwujudan atau pencerminan dari hak dan kewajiban individu dalam tingkah lakunya. Status sosial sering pula disebut sebagai kedudukan atau posisi seseorang dalam kelompok masyarakatnya.
Bagaimana cara individu memperoleh statusnya? Cara-cara memperoleh status atau kedudukan adalah sbb:
1) Ascribed Status adalah keuddukan yang diperoleh secara otomatis tanpa usaha. Status ini sudah diperoleh sejak lahir.
Contoh: Jenis kelamin, gelar kebangsawanan, keturunan, dsb.
2) Achieved Status adalah kedudukan yang diperoleh seseorang dengan disengaja. Kedudukan ini tidak diperoleh atas dasar kelahiran. Akan tetapi, bersifat terbuka bagi siapa saja, tergantung dari kemampuan masing-masing dalam mengajar serta mencapai tujuan tujuannya. Contoh: kedudukan yang diperoleh melalui pendidikan guru, dokter, insinyur, gubernur, camat, ketua OSIS dsb.
3) Assigned Status merupakan kombinasi dari perolehan status secara otomatis dan status melalui usaha. Status ini diperolah melalui penghargaan atau pemberian dari pihak lain, atas jasa perjuangan sesuatu untuk kepentingan atau kebutuhan masyarakat.
Contoh: gelar kepahlawanan, gelar pelajar teladan, penganugerahan Kalpataru dan sebagainya.
b. Peran
Peranan merupakan aspek dinamis dari suatu status (kedudukan). Apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan status yang dimilikinya, maka ia telah menjalankan peranannya. Peranan adalah tingkah laku yang diharapkan dari orang yang memiliki kedudukan atau status.Antara kedudukan dan peranan tidak dapat dipisahkan, karena saling tergantung satu sama lain.
Dalam rumah tangga, tidak ada peranan Ayah jika seorang suami tidak mempunyai anak. Seseorang tidak bisa memberikan surat Tilang (bukti pelanggaran) kalau dia bukan polisi. Peranan merupakan hal yang sangat penting bagi seseorang, karena dengan peranan yang dimilikinya ia akan dapat mengatur perilaku dirinya dan orang lain. Seseorang dapat memainkan beberapa peranan sekaligus pada saat yang sama, seperti seorang wanita dapat mempunyai peranan sebagai isteri, ibu, karyawan kantor sekaligus (lihat gambar berikut).
Peran juga dapat diartikan sebagai seperangkat harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu. Harapan-harapan itu mempunyai dua segi.
1) Role expectation. Yaitu harapan-harapan masyarakat terhadap pemegang peran. Hal ini merupakan kewajiban.
2) Role performance. Yaitu harapan-harapan yang dimiliki oleh pemegang peran terhadap masyarakatnya. Hal ini merupakan hak pemegang peran.
Sedangkan jika ditinjau dari segi cakupannya, peranan sosial dapat mencakup tiga hal berikut:
1) Peranan meliputi norma-norma yang berhubungan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Contoh :Sebagai seorang pemimpin harus dapat menjadi panutan dan suri teladan para anggotanya, karena dalam diri pemimpin tersebut tersandang aturan/norma-norma yang sesuai dengan posisinya.
2) Peranan merupakan konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat, contoh : seorang ulama, guru dan sebagainya, harus bijaksana, baik hati, sabar, membimbing dan menjadi panutan bagi para muridnya.
3) Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat, contoh : Suami, isteri, karyawan, pegawai negeri, dsb, merupakan peran dalam masyarakat yang membentuk struktur/susunan masyarakat.
Peranan memiliki beberapa fungsi bagi individu maupun orang lain.
Fungsi tersebut antara lain:
1) Peranan yang dimainkan seseorang dapat mempertahankan kelangsungan struktur masyarakat, seperti peran sebagai ayah atau ibu.
2) Peranan yang dimainkan seseorang dapat pula digunakan untuk membantu mereka yang tidak mampu dalam masyarakat. Tindakan individu tersebut memerlukan pengorbanan, seperti peran dokter, perawat, pekerja sosial, dsb.
3) Peranan yang dimainkan seseorang juga merupakan sarana aktualisasi diri, seperti seorang lelaki sebagai suami/bapak, seorang wanita sebagai isteri/ ibu, seorang seniman dengan karyanya, dsb.
Sifat Stratifikasi Sosial
Menurut Soerjono Soekanto, dilihat dari sifatnya pelapisan sosial dibedakan menjadi sistem pelapisan sosial tertutup, sistem pelapisan sosial terbuka, dan sistem pelapisan sosial campuran.
a. Stratifikasi Sosial Tertutup (Closed Social Stratification)

Stratifikasi ini adalah stratifikasi dimana anggota dari setiap strata sulit mengadakan mobilitas vertikal. Walaupun ada mobilitas tetapi sangat terbatas pada mobilitas horisontal saja. Stratifikasi sosial bersifat tertutup terdapat pada masyarakat berkasta dan masyarakat feodal.
1) Sistem kasta yang terdapat dalam masyarakat India
Mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a) Keanggotaan pada kasta diperoleh karena warisan atau kelahiran
b) Keanggotaan berlaku seumur hidup
c) Perkawinan bersifat endogami
d) Hubungan dengan kelompok lainnya bersifat terbatas
e) Kasta diikat oleh hubungan-hubungan yang secara tradisional telah ditetapkan
2) Masyarakat Feodal
Pada dasarnya stratifikasi sosial dalam masyarakat feodal adalah sebagai berikut:
a) Raja dan kaum bangsawan merupakan pusat kekuasaan yang harus dihormati serta ditaati oleh rakyatnya
b) Lapisan utama diduduki oleh raja dan kaum bangsawan
c) Rakyat harus mengabdi pada raja serta bangsawan
3) Politik Rasial
Masyarakat yang lapisan sosialnya berdasarkan perbedaan rasial seperti halnya terjadi di Afrika Selatan pada saat masih menerapkan sistem apartheid (perbedaan warna kulit)
b. Stratifikasi Sosial Terbuka (Opened Social Stratification)

Stratifikasi ini bersifat dinamis karena mobilitasnya sangat besar. Setiap anggota strata dapat bebas melakukan mobilitas sosial, baik vertikal maupun horisontal. Contoh:
• Seorang miskin karena usahanya bisa menjadi kaya, atau sebaliknya.
• Seorang yang tidak/kurang pendidikan akan dapat memperoleh pendidikan asal ada niat dan usaha.
Fungsi Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial dapat berfungsi sebagai berikut :
a. Distribusi hak-hak istimewa yang obyektif, seperti menentukan penghasilan, tingkat kekayaan, keselamatan dan wewenang pada jabatan/pangkat/ kedudukan seseorang.
b. Sistem pertanggaan (tingkatan) pada strata yang diciptakan masyarakat yang menyangkut prestise dan penghargaan, misalnya pada seseorang yang menerima anugerah penghargaan/gelar/kebangsawanan, dan sebagainya.
c. Penentu lambang-lambang (simbol status) atau kedudukan, seperti tingkah laku, cara berpakaian dan bentuk rumah.
d. Tingkat mudah tidaknya bertukar kedudukan.
e. Alat solidaritas diantara individu-individu atau kelompok, yang menduduki sistem sosial yang sama dalam masyarakat.
Terjadinya Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial terjadi melalui proses sebagai berikut:
a. Terjadinya secara otomatis, karena faktor-faktor yang dibawa individu sejak lahir. Misalnya, kepandaian, usia, jenis kelamin, keturunan, sifat keaslian keanggotaan seseorang dalam masyarakat.
b. Terjadi dengan sengaja untuk tujuan bersama Biasanya dilakukan dalam pembagian kekuasaan dan wewenang yang resmi dalam organisasi-organisasi formal, seperti : pemerintahan, partai politik, perusahaan, perkumpulan, angkatan bersenjata.
Kriteria untuk Menentukan Stratifikasi Sosial
Kriteria atau ukuran yang umumnya digunakan untuk mengelompokkan para anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan tertentu adalah sebagai berikut :
a. Kekayaan
Kekayaan atau sering juga disebut ukuran ekonomi. Orang yang memiliki harta benda berlimpah (kaya) akan lebih dihargai dan dihormati daripada orang yang miskin.
b. Kekuasaan
Kekuasaan dipengaruhi oleh kedudukan atau posisi seseorang dalam masyarakat. Seorang yang memiliki kekuasaan dan wewenang besar akan menempati lapisan sosial atas, sebaliknya orang yang tidak mempunyai kekuasaan berada di lapisan bawah.
c. Keturunan
Ukuran keturunan terlepas dari ukuran kekayaan atau kekuasaan. Keturunan yang dimaksud adalah keturunan berdasarkan golongan kebangsawanan atau kehormatan. Kaum bangsawan akan menempati lapisan atas seperti gelar :
- Andi di masyarakat Bugis,
- Raden di masyarakat Jawa,
- Tengku di masyarakat Aceh, dsb.
d. Pendidikan
Pendidikan bukan sekedar memberikan keterampilan kerja, tetapi juga melahirkan perubahan dalam keseluruhan cara hidup seseorang seperti perubahan mental, selera, minat, tujuan, etika, cara berbicara dan sebagainya. De Fronzo (1973) menemukan bahwa dalam segi sikap pribadi dan perilaku sosial para pekerja kasar sangat berbeda dengan para karyawan kantor. Namun demikian, perbedaan itu sebagian besar tidak tampak bilamana tingkat pendidikan mereka sebanding.
e. Pekerjaan
Pekerjaan merupakan salah satu penentu kelas sosial. Pada masyarakat primitif pembuat tombak, pembuat sampan, dan dukun memiliki status sosial yang jelas berdasarkan jenis pekerjaan mereka. Orang-orang Cina Klasik menghormati ilmuwan dan memandang rendah serdadu; Orang Nazi Jerman bersikap sebaliknya.
Jenis pekerjaan yang berprestise tinggi pada umumnya memberi penghasilan yang lebih tinggi. Jenis-jenis pekerjaan yang berprestise tinggi pada umumnya memerlukan pendidikan tinggi. Pekerjaan merupakan aspek stratifikasi sosial yang penting, karena begitu banyak segi kehidupan lainnya yang berkaitan dengan pekerjaan. Jika kita mengetahu jenis pekerjaan seseorang, maka kita bisa menduga tinggi rendahnya pendidikan, standar hidup, jam kerja dan kebiasaan sehari-hari keluarga orang itu. Kita bahkan bisa menduga selera bacaan, selera rekreasi, standar moral dan orientasi keagamaannya.
Bentuk-Bentuk Stratifikasi Sosial
a. Stratifikasi Ekonomi
Jika dalam suatu masyarakat, faktor ekonomi merupakan salah satu hal yang dihargai maka memungkinkan terjadinya pelapisan atau stratifikasi sosial di bidang ekonomi. Orang-orang yang mampu memperoleh kekayaan akan menduduki lapisan atas. Istilah kaya identik dengan orang-orang yang memiliki banyak benda-benda bernilai ekonomi. Sebaliknya, mereka yang kurang atau tidak mampu akan menduduki lapisan bawah.
Pelapisan ekonomi dapat dilihat dari segi pendapatan, kekayaan dan pekerjaan. Kemampuan ekonomi yang berbeda-beda dapat menyebabkan terjadinya stratifikasi ekonomi. Orang-orang yang berpendapatan sangat kecil dan tidak memiliki harta benda akan menduduki lapsian bawah. Lapisan atas, misalnya konglomerat, pengusaha besar, pejabat dan pekerja profesional yang berpenghasilan tinggi. Lapisan bawah, misalnya gelandangan, pemulung, buruh tani dan orang-orang miskin lainnya.
Suatu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa stratifikasi sosial dalam bidang ekonomi ini bersifat terbuka, jadi perpindahan antar kelas dapat terjadi secara bebas sesuai dengan kemampuan seseorang. Seseorang dari golongan pekerja kasar, yang karena keuletannya berhasil mengumpulkan harta kekayaan, secara ekonomis telah merubah statusnya menjadi kelas yang lebih tinggi. Akan tetapi dari sisi perilaku dan kebiasaan, dia tampak tertinggal untuk mengimbangi anggota kelas atas.
Berikut pendapat para ahli mengenai stratifikasi ekonomi:
1). Aristoteles
Membagi masyarakat secara ekonomi menjadi kelas atau golongan:
- Golongan sangat kaya;
- Golongan kaya dan;
- Golongan miskin.
Golongan pertama : merupakan kelompok terkecil dalam masyarakat. Mereka terdiri dari pengusaha, tuan tanah dan bangsawan.
Golongan kedua : merupakan golongan yang cukup banyak terdapat di dalam masyarakat. Mereka terdiri dari para pedagang, dan lain-lain.
Golongan ketiga : merupakan golongan terbanyak dalam masyarakat. Mereka kebanyakan rakyat biasa.
2) Karl Marx juga membagi masyarakat menjadi dua golongan, yakni:
a. Golongan kapitalis atau borjuis : adalah mereka yang menguasai tanah dan alat produksi.
b. Golongan proletar : adalah mereka yang tidak memiliki tanah dan alat produksi. Termasuk
3) Pada masyarakat Amerika Serikat, pelapisan masyarakat dibagi menjadi enam kelas yakni:
a. Kelas sosial atas lapisan atas ( Upper-upper class)
b. Kelas sosial atas lapisan bawah ( Lower-upper class)
c. Kelas sosial menengah lapisan atas ( Upper-middle class)
d. Kelas sosial menengah lapisan bawah ( Lower-middle class)
e. Kelas sosial bawah lapisan atas ( Upper lower class)
f. Kelas sosial lapisan sosial bawah-lapisan bawah ( Lower-lower class)
Kelas sosial pertama : keluarga-keluarga yang telah lama kaya.
Kelas sosial kedua : belum lama menjadi kaya
Kelas sosial ketiga : pengusaha, kaum profesional
Kelas sosial keempat : pegawai pemerintah, kaum semi profesional, supervisor, pengrajin terkemuka
Kelas sosial kelima : pekerja tetap (golongan pekerja)
Kelas sosial keenam : para pekerja tidak tetap, pengangguran, buruh musiman, orang bergantung pada tunjangan.
b. Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial yang dimaksud disini adalah dalam arti yang lebih khusus misalnya stratifikasi berdasarkan tingkat dan jenis pendidikan serta jenis pekerjaan.
Dalam bidang pendidikan kita dapat menjumpai stratifikasi sosial yang tersusun berdasarkan tingkat pendidikan sebagai berikut:
1) Pendidikan sangat tinggi (profesor, doktor)
2) Pendidikan tinggi (sarjana)
3) Pendidikan menengah (SMA)
4) Pendidikan rendah (SD dan SMP)
5) Tidak berpendidikan (buta huruf)
Stratifikasi di bidang pendidikan ini bersifat terbuka, artinya seseorang dapat naik pada lapisan pendidikan yang lebih tinggi jika dia mampu berprestasi.
Pelapisan yang berbentuk pelapisan sosial dapat kita temukan pula dalam bidang pekerjaan. Pelapisan sosial berdasarkan bidang pekerjaan berpatokan pada keahlian, kecakapan dan keterampilan.
Menurut Astrid S. Susanto menentukan pelapisan sosial berdasarkan ukuran pekerjaan sebagai berikut:
1) Elit → adalah orang kaya dan orang-orang yang menempati kedudukan yang oleh masyarakat sangat dihargai
2) Profesional → orang yang berijazah serta bergelar di dunia pendidikan yang berhasil
3) Semi-profesional → seperti pegawai kantor, pedagang, teknisi berpendidikan menengah dan mereka yang tidak berhasil mencapai gelar
4) Tenaga terampil → misalnya orang-orang yang mempunyai keterampilan mekanik, pekerja pabrik yang terampil dan pemangkas rambut
5) Tenaga semi terampil → misalnya pekerja pabrik tanpa keterampilan, dan pelayan restoran
6) Tenaga tidak terlatih atau tidak terdidik → misalnya pembantu rumah tangga, tukang kebun dan penyapu jalan.
Sedangkan pada masa lalu, stratifikasi sosial di desa-desa yang umumnya merupakan masyarakat petani terutama didasarkan pada hak milik atas tanah, sawah, kebun dan rumah.
Pada masyarakat Jawa Tengah terdapat stratifikasi didasarkan pada kepemilikan tanah.
Stratifikasi itu adalah sebagai berikut:
1) Golongan priyayi, yaitu golongan pegawai pemerintah desa atau para pemimpin formal di desa
2) Golongan kuli kenceng, yaitu golongan pemilik sawah yang juga berperan sebagai pedagang perantara
3) Golongan kuli gundul, yaitu golongan penggarap sawah dengan sistem maro (bagi hasil)
4) Golongan kuli karang kopek, yaitu golongan buruhtani yang mempunyai tempat tinggal dan pekarangan saja, mereka tidak mempunyai tanah pertanian sendiri.
c. Stratifikasi Politik
Stratifikasi dalam bidang politik dilihat dari faktor kekuasaan. Mereka yang memiliki kekuasaan atau wewenang terbesar akan menempati lapisan tertinggi. Sebaliknya, mereka yang tidak memiliki kekuasaan sama sekali menduduki lapisan politik paling bawah.
Kekuasaan dalam suatu masyarakat biasanya dijalankan oleh segolongan kecil masyarakat. Golongan tersebut dinamakan the rulling class atau golongan yang berkuasa. Mereka ini menduduki lapisan tertinggi dalam stratifikasi politik sebagai elit politik. Mereka inilah yang memegang dan menjalankan kekuasaan dalam suatu negara.
Stratifikasi politik atau pelapisan sosial berdasarkan kekuasaan bersifat bertingkat-tingkat (hierarki) yang menyerupai suatu piramida. Menurut Mac Iver, ada tiga tipe umum dalam sistem dan lapisan kekuasaan atau piramida kekuasaan, yaitu tipe kasta, tipe oligarki dan tipe demokratis.
1) Tipe Kasta
adalah sistem pelapisan kekuasaan dengan garis pemisah yang tegas dan kaku. Tipe ini biasanya terdapat pada masyarakat yang menganut sistem kasta, dimana hampir tidak terjadi mobilitas vertikal. Garis pemisah antara masing-masing lapisan hampir tak mungkin ditembus
2) Tipe Oligarki
adalah sistem lapisan kekuasaan yang masih mempunyai garis pemisah tegas, tapi dasar pembedaan kelas sosial ditentukan oleh kebudayaan masyarakat, terutama kesempatan bagi para warga masyarakat unuk memperoleh kekuasaan tertentu. Bedanya dengan tipe kasta adalah walaupun kedudukan warga masih didasarkan pada kelahiran, individu masih diberi kesempatan untuk naik lapisan.
3) Tipe Demokratis
Pada tipe demokratis, garis-garis pemisah antarlapisan sifatnya fleksibel dan tidak kaku. Kelahiran tidak menentukan kedudukan dalam lapisan-lapisan, yang terpenting adalah kemampuan dan kadang-kadang juga faktor keberuntungan, misalnya anggota organisasi dalam suatu masyarakat demokratis yang dapat mencapai kedudukan tertentu melalui organisasi politiknya.
d. Stratifikasi Sosial pada Masa Kolonialisme
Stratifikasi sosial di Indonesia pada saat ini berbeda dengan saat berada di bawah pengaruh penjajah atau kolonialisme. Pada masa penjajahan, secara umum terdapat dua golongan masyarakat. Golongan tersebut, yaitu golongan penguasa yang terdiri atas kaum penjajah dan golongan terjajah yang diduduki oleh rakyat.
Pemerintah kolonial Belanda bahkan mengeluarkan undang-undang mengenai status perbedaan kedudukan sosial antar penduduk. Peraturan tersebut adalah Peraturan Hukum Ketatanegaraan Hindia Belanda (Indische Staatsregeling) tahun 1927. Menurut peraturan tersebut, masyarakat Indonesia dibedakan menjadi sebagai berikut.
1) Golongan Eropa atau yang dipersamakan
Golongan ini merupakan golongan tingkat atas dan masih dibedakan lagi menjadi berikut ini:
a) Bangsa Belanda dan keturunannya
b) Bangsa-bangsa Eropa lainnya yang terdiri atas bangsa Portugis, Prancis, dan Inggris
c) Orang-orang lain (yang bukan bangsa Eropa) dan telah masuk golongan Eropa dan sah dipersamakan dengan golongan Eropa
2) Golongan Timur Asing
Merupakan golongan menengah atau lapisan kedua. Golongan ini terdiri atas orang Cina dan bukan Cina. Golongan yang bukan Cina terdiri atas orang Arab, India, Pakistan dan oran gdari negara Asia lainnya
3) Golongan Bumiputra
Merupakan golongan tingkat bawah atau lapisan ketiga. Golongan bumiputra terdiri atas masyarakat pribumi atau bangsa Indonesia asli
STRATIFIKASI SOSIAL
1. Pengertian Stratifikasi Sosial
Masyarakat sebenarnya telah mengenal pembagian atau pelapisan sosial sejak dahulu. Pada zaman dahulu, Aristoteles menyatakan bahwa didalam setiap negara selalu terdapat tiga unsur, yakni orang-orang kaya sekali, orang-orang melarat dan orang-orang kaya. Menurut Aristoteles, orang-orang kaya sekali ditempatkan dalam lapisan atas oleh masyarakat, sedangkan orang-orang melarat ditempatkan dalam lapisan bawah, dan orang-orang di tengah ditempatkan dalam lapisan masyarakat menengah.
Adam Smith membagi masyarakat ke dalam kategori sebagai berikut: orang-orang yang hidup dari hasil penyewaan tanah, orang-orang yang hidup dari upah kerja dan orang-orang yang hidup dari keuntungan perdagangan. Thostein Veblen membagi masyarakat ke dalam golongan pekerja, yang berjuang untuk mempertahankan hidup, dan golongan yang mempunyai banyak waktu luang, yang begitu kayanya sehingga perhatian utamanya hanyalah “pola konsumi yang menyolok mata” untuk menunjukkan betapa kayanya mereka.
Pada tahun 1937 Franklin D. Roosevelt memberikan gambaran yang jelas tentang kehidupan golongan rendah dalam salah satu bagian pidato pelantikannya (sebagai Presiden Amerika Serikat): “Saya melihat sepertiga dari seluruh rakyat bangsa ini kekurangan tempat tinggal, kekurangan sandang dan kekurangan pangan”.
Berikut ini berapa definisi stratifikasi sosial :
1. Pitirim A. Sorokin
Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat (hierarki).
2. Max Weber
Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hierarki menurut dimensi kekuasaan, previllege dan prestise.
3. Cuber
Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai suatu pola yang ditempatkan di atas kategori dari hak-hak yang berbeda.
Stratifikasi sosial (Social Stratification) berasal dari kata bahasa latin “stratum” (tunggal) atau “strata” (jamak) yang berarti berlapis-lapis. Dalam Sosiologi, stratifikasi sosial dapat diartikan sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat.
2. Karakteristik Stratifikasi Sosial
Ada tiga aspek yang merupakan karakteristik stratifikasi sosial, yaitu perbedaan kemampuan, perbedaan gaya hidup, serta perbedaan hak dan akses dalam pemanfaatan sumber daya.
a. Perbedaan kemampuan dan kesanggupan
Anggota masyarakat yang menduduki strata tinggi tentu memiliki kesanggupan dan kemampuan yang lebih besar dibandingkan anggota masyarakat di bawahnya.
b. Perbedaan Gaya Hidup
Seorang direktur perusahaan dituntut selalu berpakaian rapi. Biasanya mereka juga melengkapi penampilan dengan aksesori-aksesori lain untuk menunjang kemantapan penampilan seperti memakai dasi, bersepatu mahal, memakai pakaian merek terkenal dan perlengkapan lain yang sesuai dengan statusnya.
c. Perbedaan Hak dan Akses dalam Pemanfaatan Sumber Daya
Seseorang yang menduduki jabatan tinggi biasanya akan makin banyak hak dan fasilitas yang diperolehnya. Sementara itu seseorang yang tidak menduduki jabatan apapun tentu saja hak dan fasilitas yang mampu dinikmati akan makin kecil.
3. Sebab-Sebab Timbulnya Stratifikasi Sosial
Setiap masyarakat mempunyai sesuatu yang dihargai, bisa berupa kepandaian, kekayaan, kekuasaan, profesi, keaslian keanggotaan masyarakat dan sebagainya. Selama manusia membeda-bedakan penghargaan terhadap sesuatu yang dimiliki tersebut, pasti akan menimbulkan lapisan-lapisan dalam masyarakat. Semakin banyak kepemilikan, kecakapan masyarakat/seseorang terhadap sesuatu yang dihargai, semakin tinggi kedudukan atau lapisannya. Sebaliknya bagi mereka yang hanya mempunyai sedikit atau bahkan tidak memiliki sama sekali, maka mereka mempunyai kedudukan dan lapisan yang rendah.
Seseorang yang mempunyai tugas sebagai pejabat/ketua atau pemimpin pasti menempati lapisan yang tinggi daripada sebagai anggota masyarakat yang tidak mempunyai tugas apa-apa. Karena penghargaan terhadap jasa atau pengabdiannya seseorang bisa pula ditempatkan pada posisi yang tinggi, misalnya pahlawan, pelopor, penemu, dan sebagainya. Dapat juga karena keahlian dan ketrampilan seseorang dalam pekerjaan tertentu dia menduduki posisi tinggi jika dibandingkan dengan pekerja yang tidak mempunyai ketrampilan apapun.
Bentuk Struktur Sosial
Bentuk struktur sosial terdiri dari stratifikasi sosial dan diferensiasi sosial. Masing-masing punya ciri tersendiri.
1. Stratifikasi Sosial
Stratifikasi berasal dari kata strata atau tingkatan. Stratifikasi sosial adalah struktur dalam masyarakat yang membagi masyarakat ke dalam tingkatan-tingkatan.
Ukuran yang dipakai bisa kekayaan, pendidikan, keturunan, atau kekuasaan. Max Weber menyebutkan bahwa kekuasaan, hak istimewa dan prestiselah yang menjadi dasar terciptanya stratifikasi sosial.
Adanya perbedaan dalam jumlah harta, jenjang pendidikan, asal-usul keturunan, dan kekuasaan membuat manusia dapat disusun secara bertingkat. Ada yang berada di atas, ada pula yang menempati posisi terbawah.
Berdasarkan sifatnya, stratifikasi sosial dapat dibagi menjadi 2:
1. Stratifikasi Sosial Tertutup
Adalah stratifikasi sosial yang tidak memungkinkan terjadinya perpindahan posisi (mobilitas sosial)
2.   Stratifikasi Sosial terbuka
Adalah stratifikasi yang mengizinkan adanya mobilitas, baik naik ataupun turun. Biasanya stratifikasi ini tumbuh pada masyarakat modern.
Bentuk-bentuk mobilitas sosial: 
a. Mobilitas Sosial Horizontal
Di sini, perpindahan yang terjadi tidak mengakibatkan berubahnya status dan kedudukan individu yang melakukan mobilitas.
b. Mobilitas Sosial Vertikal
Mobilitas sosial yang terjadi mengakibatkan terjadinya perubahan status dan kedudukan individu.
Mobilitas sosial vertikal terbagi menjadi 2:
#Vertikal naik
Status dan kedudukan individu naik setelah terjadinya mobilitas sosial tipe ini.
#Vertikal turun
Status dan kedudukan individu turun setelah terjadinya mobilitas sosial tipe ini.
c. Mobilitas antargenerasi
Ini bisa terjadi bila melibatkan dua individu yang berasal dari dua generasi yang berbeda.
c. Stratifikasi Sosial Campuran
Hal ini bisa terjadi bila stratifikasi sosial terbuka bertemu dengan stratifikasi sosial tertutup. Anggotanya kemudian menjadi anggota dua stratifikasi sekaligus. Ia harus menyesuaikan diri terhadap dua stratifikasi yang ia anut.
Menurut dasar ukurannya, stratifikasi sosial dibagi menjadi:
a. Dasar ekonomi
Berdasarkan status ekonomi yang dimilikinya, masyarakat dibagi menjadi:
1)      Golongan Atas
Termasuk golongan ini adalah orang-orang kaya, pengusaha, penguasan atau orang yang memiliki penghasilan besar.
2)      Golongan Menengah
Terdiri dari pegawai kantor, petani pemilik lahan dan pedagang.;
3)      Golongan Bawah
Terdiri dari buruh tani dan budak.
b. Dasar pendidikan
Orang yang berpendidikan rendah menempati posisi terendah, berturut-turut hingga orang yang memiliki pendidikan tinggi.
c. Dasar kekuasaan
Stratifikasi jenis ini berhubungan erat dengan wewenang atau kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang. Semakin besar wewenang atau kekuasaan seseorang, semakin tinggi strata sosialnya. Penggolongan yang paling jelas tentang stratifikasi sosial berdasarkan kekuasaan terlihat dalam dunia politik.
Dampak adanya stratifikasi sosial:
a. Dampak Positif
Orang yang berada pada lapisan terbawah akan termotivasi dan terpacu semangatnya untuk bisa meningkatkan kualitas dirinya, kemudian mengadakan mobilitas sosial ke tingkatan yang lebih tinggi.
b. Dampak Negatif
Dapat menimbulkan kesenjangan sosial
B. Diferensiasi Sosial
Menurut Soerjono Soekanto, diferensiasi sosial adalah penggolongan masyarakat atas perbedaan-perbedaan tertentu yang biasanya sama atau sejajar. Jenis diferensiasi antara lain:
a. Diferensiasi ras
Ras adalah su8atu kelompok manusia dengan ciri-ciri fisik bawaan yang sama. Secara umum, manusia dapat dibagi menjadi 3 kelompok ras, yaitu Ras Mongoloid, Negroid, dan Kaukasoid. Orang Indonesia termasuk dalam ras Mongoloid.
b. Diferensiasi suku bangsa
Suku bangsa adalah kategori yang lebih kecil dari ras. Indonesia termasuk negara dengan aneka ragam suku bangsa yang tersebar dari Pulau Sumatera hingga papua.
c. Diferensiasi klen
Klen merupakan kesatuan keturunan, kepercayaan, dan tradisi. Dalam masyarakat Indonesia terdapat 2 bentuk klen utama, yaitu:
a. Klen atas dasar garis keturunan ibu (matrilineal)
Contohnya yang terdapat pada masyarakat Minangkabau.
b. Klen atas dasar garis keturunan ayah (patrilineal)
Contohnya yang terdapat pada masyarakat Batak.
d. Diferensiasi agama
Di Indonesia kita mengenal agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Konghuchu, dan kepercayaan lainnya.
e. Diferensiasi profesi
Masyarakat biasanya dikelompokkan atas dasar jenis pekerjaannya.
f. Diferensiasi jenis kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, masyarakat dibagi atas laki-laki dan perempuan yang memiliki derajat yang sama.
Fungsi Struktur Sosial
1. Fungsi Identitas
Struktur sosial berfungsi sebagai penegas identitas yang dimiliki oleh sebuah kelompok. Kelompok yang anggotanya memiliki kesamaan dalam latar belakang ras, sosial, dan budaya akan mengembangkan struktur sosialnya sendiri sebagai pembeda dari kelompok lainnya.
2.   Fungsi Kontrol
Dalam kehidupan bermasyarakat, selalu muncul kecenderungan dalam diri individu untuk melanggar norma, nilai, atau peraturan lain yang berlaku dalam masyarakat. Bila individu tadi mengingat peranan dan status yang dimilikinya dalam struktur sosial, kemungkinan individu tersebut akan mengurungkan niatnya melanggar aturan. Pelanggaran aturan akan berpotensi menibulkan konsekuensi yang pahit.
3. Fungsi Pembelajaran
Individu belajar dari struktur sosial yang ada dalam masyarakatnya. Hal ini dimungkinkan mengingat masyarakat merupakan salah satu tempat berinteraksi. Banyak hal yang bisa dipelajari dari sebuah struktur sosial masyarakat, mulai dari sikap, kebiasaan, kepercayaan dan kedisplinan.
STRUKTUR SOSIAL
Definisi Struktur Sosial
Secara harfiah, struktur bisa diartikan sebagai susunan atau bentuk. Struktur tidak harus dalam bentuk fisik, ada pula struktur yang berkaitan dengan sosial. Menurut ilmu sosiologi, struktur sosial adalah tatanan atau susunan sosial yang membentuk kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat. Susunannya bisa vertikal atau horizontal.
Para ahli sosiologi merumuskan definisi struktur sosial sebagai berikut:
  •  George Simmel: struktur sosial adalah kumpulan individu serta pola perilakunya.
  • George C. Homans: struktur sosial merupakan hal yang memiliki hubungan erat dengan perilaku sosial dasar  dalam kehidupan sehari-hari.
  • William Kornblum: struktur sosial adalah susunan yang dapat terjadi karena adanya pengulangan pola perilaku undividu.
  •  Soerjono Soekanto: struktur sosial adalah hubungan timbal balik antara posisi-posisi dan peranan-peranan sosial. 
 Ciri-ciri Struktur Sosial
1. Muncul pada kelompok masyarakat
Struktur sosial hanya bisa muncul pada individu-individu yang memiliki status dan peran. Status dan peranan masing-masing individu hanya bisa terbaca ketika mereka berada dalam suatu sebuah kelompok atau masyarakat.
Pada setiap sistem sosial terdapat macam-macam status dan peran indvidu. Status yang berbeda-beda itu merupakan pencerminan hak dan kewajiban yang berbeda pula.
2. Berkaitan erat dengan kebudayaan
Kelompok masyarakat lama kelamaan akan membentuk suatu kebudayaan. Setiap kebudayaan memiliki struktur sosialnya sendiri. Indonesia mempunyai banyak daerah dengan kebudayaan yang beraneka ragam. Hal ini menyebabkan beraneka ragam struktur sosial yang tumbuh dan berkembang di Indonesia.
Hal-hal yang memengaruhi struktur sosial masyarakat Indonesia adalah sbb: a. Keadaan geografis
Kondisi geografis terdiri dari pulau-pulau yang terpisah. Masyarakatnya kemudian mengembangkan bahasa, perilaku, dan ikatan-ikatan kebudayaan yang berbeda satu sama lain.
b. Mata pencaharian
Masyarakat Indonesia memiliki mata pencaharian yang beragam, antara lain sebagai petani, nelayan, ataupun sektor industri.
c. Pembangunan
Pembangunan dapat memengaruhi struktur sosial masyarakat Indonesia. Misalnya pembangunan yang tidak merata antra daerah dapat menciptakan kelompok masyarakat kaya dan miskin.
3. Dapat berubah dan berkembang
Masyarakat tidak statis karena terdiri dari kumpulan individu. Mereka bisa berubah dan berkembang sesuai dengan tuntutan zaman. Karenanya, struktur yang dibentuk oleh mereka pun bisa berubah sesuai dengan perkembangan zaman.